POJOK KARAKTER
-2022-
Portal Dalam Pengembangan - Progress 94,98%, Menuju Berbasis Aplikasi Playstore........
POJOK KARAKTER
-2022-
MELATIH HATI, MENABUR BUDI
UNTUK MENJADI ANAK BERBAKTI
Dicuplik dari artikel Azmi Abubakar
Banyak kisah haru dibalik perjuangan demi Kemerdekaan Indonesia, salah satunya kisah Sin Nio, seorang perempuan Tionghoa, pejuang Kemerdekaan Indonesia, dari kota Wonosobo, Jawa Tengah, yang ikut bertempur melawan Belanda dan bergabung dalam Kompi 1 Batalion 4 Resimen 18 di bawah Komando Sukarno (terakhir berpangkat Brigjend dan pernah menjadi Dubes RI untuk Aljazair). Teristimewa dan mengesankan darinya, Sin Nio satu-satunya prajurit perempuan dalam Kompi tersebut. Uniknya Sin Nio menyamar sebagai laki-laki dan mengubah identitasnya menjadi Mochamad Moeksin dan berpenampilan layaknya laki-laki.
Di awal keturutsertaannya berjuang, Sin Nio hanya bermodalkan senjata sederhana berupa: golok, bambu runcing dan tombak, hingga suatu ketika Sin Nio "Gadis Pejuang" itu, berhasil merampas Senapan jenis LE dari Belanda. Dalam perjalanan waktu, Sin Nio yang biasa bertempur, kemudian dipindahkan kebagian perawat Palang Merah karena kekosongan juru rawat karena banyak pejuang yang terluka dan membutuhkan perawatan medis. Sin Nio berhasil melaksanakan semua tugas yang di percayakan kepadanya dengan baik.
Setelah kemerdekaan dan kondisi Negara mulai aman, Srikandi ini memutuskan menikah dan memiliki 6 (enam) Anak dari 2 (dua) Orang Suami yang keduanya berakhir dengan perceraian. Sebagai janda dengan 6 (enam) anak tentu hidup Sin Nio sangatlah berat. Hal ini membulatkan tekadnya berangkat dari Wonosobo ke Jakarta. untuk mengurus hak pensiunnya, karena Ia tidak mendapatkan pensiun, yang semestinya adalah Haknya sebagai pejuang kemerdekaan. Sebagian kalangan menduga, hal ini dikarenakan Sin Nio berasal dari etnis Tionghoa, sehingga pensiunnya dipersulit.
Tahun 1973, sampailah Sin Nio di Jakarta, dan menumpang tinggal selama 9 (sembilan) bulan di Markas Besar Legiun Veteran Republik Indonesia, Jalan Gajah Mada, setelah itu, mantan pejuang ini, hidup menggelandang di Ibukota. Sungguh pilihan dan kondisi yang menyedihkan bagi seorang pejuang bangsa. Bayangkan, perempuan pejuang berusia sekitar 60 Tahun harus hidup menggelandang di kerasnya Ibukota, kehujanan, kepanasan. Tanpa tempat tinggal yang jelas.
Akhirnya, pada tanggal 29 Juli 1976 Sin Nio berhasil mendapatkan pengakuan sebagai pejuang yang turut aktif mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Militer Yogyakarta, yang ditandatangani Kapten CKH. Soetikno S.H. dan Lettu CKH. Drs. Soehardjo, kemudian di tandatangani pula oleh Mayor TNI-AD Kadri Sriyono Kastaf Kodim 0734 Diponegoro dan Dr R. Brotoseno - Dokter Militer pada Resimen 18 Divisi III Diponegoro, sebagai saksi.
Tragisnya...., hal tersebut tidak di iringi dengan Hak Pensiunnya, sehingga Sin Nio tetap hidup sebagai gelandangan, di seputaran pintu air tak jauh dari Mesjid Istiqlal Jakarta. Uang Pensiun sebesar Rp 28.000/bulan akhirnya diperoleh beberapa tahun kemudian. Namun uang pensiun sebesar itu tak mampu mencukupi kebutuhan lainnya sehingga pejuang Sin Nio hanya bisa tinggal di gubuk tanah pinggiran rel kereta api milik PJKA.
Sin Nio bersikeras tak mau pulang lagi ke Wonosobo. Bahkan dia tak pernah lupa untuk tetap mengirimkan uang kepada anak cucunya di kampung halaman. Katanya: “Saya tak mau merepotkan Anak Cucu Saya. Biarlah Saya hidup sendiri di Jakarta meski dalam tempat seperti ini”. Sungguh jiwa seorang pejuang sejati. Dari informasi yang ada, Sin Nio pernah dijanjikan oleh Menteri Perumahan, Cosmas Batubara bahwa dirinya akan di berikan rumah di Perumnas. Tapi janji tinggallah janji.
Yang dapat kita pahami dari sebuah sejarah perjuangan adalah, bahwa Bangsa besar adalah Bangsa yang menghargai Pahlawan-nya. The Sin Nio telah mempertaruhkan Nyawanya di-ujung Peluru demi tegak-nya kemerdekaan Indonesia. Tapi apa balasan yang di dapatnya ? Tak diketahui bagaimana kisah akhir kehidupan Pejuang Bangsa ini. Apakah kemudian beliau menghilang begitu saja ? Atau.... Ia menghindar dari kita Bangsa Indonesia dan berucap: “Saya tidak mau merepotkan Bangsa Saya. Biarlah Saya hidup dan mati dalam kesendirian. Karena hanya TUHAN yang mampu memeluk dan menghargai gelandangan seperti Saya”. Salahkah Sin Nio terlahir menjadi Tionghoa? Salahkah Sin Nio ikut memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Diluar sana masih banyak, Sin Nio Sin Nio yang lain.
Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghargai Sejarah Bangsanya.
Dirgahayu Indonesia
MERDEKA !!! 💪🇮🇩
-17082002-SMPN 285 Jakarta, Hebat !
Sumber :
https://www.acehtrend.com
https://id.theasianparent.com/the-sin-nio